- Home>
- Sinopsis dan Review Novel The School for Good and Evil 2: Dunia Tanpa Pangeran
Posted by : Sabila Purya
Saturday, February 20, 2016
DI HUTAN PURBAKALA
BERDIRILAH SEKOLAH KEBAIKAN DAN KEJAHATAN
DUA MENARA BAGAI KEPALA KEMBAR
SATU UNTUK YANG TULUS
SATU UNTUK YANG KEJI
SIA-SIA MENCOBA KABUR
SATU-SATUNYA JALAN KELUAR ADALAH
MELALUI DONGENG
SINOPSIS:
Judul buku :
The School for Good and Evil 2: Dunia Tanpa Pangeran
Penulis :
Soman Chainani. (Penerjemah: Kartika Sofyan)
Penerbit :
Penerbit Bhuana Sastra. Kelompok PT. BIP dari Gramedia
Tahun terbit :
Mei 2015
Tebal halaman : 580
halaman.
Sophie dan Agatha berhasil pulang ke Gavaldon, menjalani “bahagia selamanya” versi mereka. Namun, hidup tidak seperti dongeng yang mereka harapkan.Agatha diam-diam berharap seandainya ia memilih akhir bahagia bersama pangerannya. Permohonan rahasia itu membuka kembali pintu menuju Sekolah Kebaikan dan Kejahatan. Tak disangka, dunia yang dulu pernah ia ketahui bersama Sophie ternyata telah berubah.Penyihir dan Putri, Tukang Tenung dan Pangeran, bukan lagi musuh. Ikatan baru telah terbentuk, menghancurkan hubungan lama. Namun, dibalik hubungan rumit antara Kebaikan dan Kejahatan, perang sedang dipersiapkan. Musuh yang sangat berbahaya bersembunyi dibalik topeng wajah yang mereka kenal. Saat Agatha dan Sophie berjuang untuk memulihkan kedamaian, sebuah ancaman tak terduga bisa menghancurkan segalanya dan semua orang yang mereka cintai. Kali ini, ancaman itu datang dari dalam diri mereka sendiri ...
Novel The
School for Good and Evil 2: Dunia Tanpa Pangeran merupakan novel kedua yang
ditulis oleh Soman Chainani, setelah novel pertamanya, The School for Good
and Evil. Novel ini lagi-lagi berhasil menembus New York Times
Bestseller kategori Fantasy Fiction.
Kisah ini
menceritakan perjuangan Sophie dan Agatha yang kembali berlanjut. Mereka berdua
berhasil kembali pulang ke Gavaldon, yang selama lebih dari dua ratus tahun,
anak-anak yang diculik tidak pernah kembali lagi. Mereka pun disambut dengan
sangat meriah oleh warga Gavaldon, membuat patung mereka, dan menyebut mereka
sebagai “Penghancur Kutukan”.
Namun, bagi
Sophie, semua itu tidak ada apa-apanya karena Ayahnya akan menikah kembali
dengan Janda Gendut Honora. Merasa sedih dan marah, Sophie pergi ke kuburan
Ibunya dan bertemu Agatha disana. Saking marahnya, Agatha sampai mengira Sophie
kembali menjadi penyihir, menuntut untuk dibebaskan.
Pada pernikahan
Ayah Sophie, Agatha turut datang bersama Ibunya, disambut meriah oleh Sophie.
Pada saat akad nikah sedang berlangsung, secara tidak sengaja, Agatha membuat
sebuah permohonan agar dia bisa bersama pangerannya. Seketika itu, panah-panah
melesat dari penjuru arah dan mengejar Sophie, karena gerbang antara Gavaldon
dan Negeri Dongeng kembali terbuka.
Tak disangka,
mereka kembali ke Sekolah. Tapi, semua sudah berubah. Bukan Sekolah Kebaikan
dan Kejahatan yang mereka jumpai, melainkan Sekolah Perempuan dan Laki-Laki!
Para pangeran terlantar karena didepak dari kastel mereka, menuntut balas
dendam pada Sophie dan Perempuan lain. Para Putri dan Penyihir kini bekerja
sama, berusaha menjadikan Laki-Laki sebagai budak. Agatha berusaha memadamkan
permohonannya, namun tidak berhasil. Dia berusaha untuk bertemu Tedros supaya
Sophie bisa pulang ke Gavaldon dengan selamat, tanpa diburu lagi oleh Pangeran
terlantar. Namun, Sophie tak mau kehilangan Agatha dan menghancurkan pertemuan
Agatha dengan Tedros. Bahkan, Tiga Penyihir yang dulunya tampak keji kejam,
kini membantu Sophie dan Agatha supaya bisa pulang.
Akhir dari kisah
ini pun juga tak diduga-duga, apalagi ada beberapa tokoh utama baru seperti
Evelyn Sader (adik tiri dari August Sader) dan Aric (Menurutku adalah anak dari
Lady Lesso). Karena masih ada buku ketiga, maka akhir kisah ini pun juga agak
menggantung.
REVIEW:
Saat aku tahu bahwa buku yang kedua sudah terbit, aku langsung
belajar lebih giat lagi karena biasanya, Mama suka memberi hadiah jika aku
mendapat peringkat 1 pada Ujian. Pada akhirnya, usahaku tak sia-sia karena Mama
membeli novel The School for Good and Evil 2 untukku. Asyiknya!
Buku kedua ini
cukup bagus, jalan ceritanya menarik, menegangkan, lucu (kadang bikin aku ngakak
enggak jelas), dan misteri. Pada awalnya aku sempat melongo karena, kok
Sekolahnya berubah jadi Sekolah Perempuan dan Laki-laki? Lalu, aku jadi paham.
Aku juga enggak nyangka, Dot yang dulunya gendut dan jelek, berubah jadi
cantik, langsing, dan terkenal. Keren ya?
Dibuku pertama,
sudah diceritakan aku lebih memihak pada Agatha, kan? Nah, dibuku kedua ini,
aku lebih memihak pada Sophie. Mau bagaimanapun, Sophie tidak ingin Agatha
jatuh ke tangan Laki-laki. Namun pada akhirnya, jadi nyebelin juga karena
Sophie lebih memilih Sang Guru yang memanipulasi dirinya menjadi arwah Ibu
Sophie.
Untuk buku kedua
ini, aku kasih nilai 4 dari lima bintang. Penokohan, alur, dan latar lumayan
memadai. Buku kedua ini akan berlanjut ke buku ketiga: The School for Good
and Evil 3: The Last Ever After (versi Inggrisnya). Sampai jumpa di blog-ku
selanjutnya, yang membahas sedikit pengetahuanku tentang buku ketiga yang belum
terbit di Indonesia. Terima kasih!
Post by
Sabila Purya.
sudah baca buku yg ketiga?
ReplyDeleteSudah dong! ;). Silahkan lihat di http://sabilapuryaberbagicerita.blogspot.co.id/2016/02/bocoran-sinopsis-school-for-good-and.html untuk spoilernya dan http://sabilapuryaberbagicerita.blogspot.co.id/2017/03/assalamualaikum-semua-salam-sejahtera.html untuk ever never handbook spoilernya !
Delete